sesudah kesulitan pasti ada kemudahan...asalkan ada niat....usaha......dan do'a....... keepp fight!!!!
Selasa, 17 Januari 2012
Permasalahan belajar dan pembelajaran IPA di Indonesia
Dewasa ini, pendidikan di Indonesia telah mengalami kemajuan yang cukup pesat, antara lain dengan didirikannya sekolah yang bertaraf internasional. Hal ini tentunya ditujukan untuk menjadikan pendidikan di Indonesia semakin bertambah maju. Namun demikian, pendidikan ini tidak lepas dari berbagai permasalahannya di dalam pengembangaannya. Salah satu pembelajaran yang menjadi permasalahan adalah pembelajaran IPA yang ada di Indonesia. Berkaitan dengan belajar dan pembelajaran IPA di Indonesia yang ada pada saat ini, permasalahan dikelompokkan menjadi dua yaitu permasalahan yang berasal dari faktor eksternal dan permasalahan dari faktor internal. Dari kedua permasalahan ini diperlukan suatu solusi-solusi agar hambatan pendidikan yang ada di Indonesia semakin berkurang dan tujuan pendidikan Indonesia terwujud.
Permasalahan yang berasal dari faktor eksternal antara lain. Pertama,kurikulum yang dilaksanakan di Indonesia. Pada tahun 2010 Indonesia menggunakan kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang merupakan pengembangan dari KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) yang ada pada tahun 2004. Didalam KTSP beban belajar siswa sedikit berkurang dan tingkat satuan pendidikan (sekolah, guru, dan komite sekolah) diberikan kewenangan untuk mengembangan kurikulum, seperti membuat indikator, silabus, dan beberapa komponen kurikulum lainnya (Fadli, 2010). Namun, dalam perkembangannya penerapan KTSP masih menuai berbagai permasalahan antara lain adalah keterlibatan guru dalam penyusunan KTSP, silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Sampai saat ini sekolah ternyata masih tergantung dengan model kurikulumdari pusat kurikulum ataupun dari Direktorat Pembinaan TK/SD/SMP/SMA/SMK. KTSP di sekolah hanyalah modifikasi dari model yang dikembangkan oleh direktorat terkait, dan yang menyedihkan adalah pihak sekolah takut mengembangkan lebih lanjut walaupun sudah memenuhi standar-standar dari BSNP, seharusnya pihak sekolah didorong untuk mengembangkan KTSP sejauh memenuhi pedoman dan standar-standar yang telah ditetapkan (Sulipan, Tanpa Tahun). Setiap sekolah yang ada di seluruh wilayah Indonesia memiliki karakteristik kedaerahan yang berbeda-beda. Hal ini tentunya juga harus terdapat perbedaan dalam pengelolaan KTSP. KTSP yang diterapkan sebaiknya disesuaikan dengan potensi kedaerahan tersebut namun tetap berada pada pedoman dan standar yang telah ditetapkan pada KTSP. Penerapan KTSP yang demikian tentunya hanya mampu dilakukan oleh sekolah-sekolah yang berada pada daerah masing-masing. Pengembangan ini akan menuntut setiap sekolah yang berada disetiap daerah untuk lebih kerja keras.
Kedua, bahan ajar yang digunakan dalam membantu siswa mencapai kompetensi. Permasalahan yang berkaitan dengan bahan ajar karena guru yang mengalami kesulitan dalam memilih atau menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar yang tepat. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa dalam kurikulum atau silabus, materi bahan ajar hanya dituliskan secara garis besar dalam bentuk “materi pokok”. Tugas guru adalah menjabarkan materi pokok tersebut sehingga menjadi bahan ajar yang lengkap. Selain itu, bagaimana cara memanfaatkan bahan ajar juga merupakan masalah. Pemanfaatan dimaksud adalah bagaimana cara mengajarkannya ditinjau dari pihak guru, dan cara mempelajarinya ditinjau dari pihak murid. Berkenaan dengan pemilihan bahan ajar ini, secara umum masalah dimaksud meliputi cara penentuan jenis materi, kedalaman, ruang lingkup, urutan penyajian, perlakuan (treatment) terhadap materi pembelajaran, dsb (Sundiawan, 2008).
Masalah lain yang berkenaan dengan bahan ajar adalah memilih sumber di mana bahan ajar itu didapatkan. Ada kecenderungan sumber bahan ajar dititikberatkan pada buku. Padahal banyak sumber bahan ajar selain buku yang dapat digunakan. Bukupun tidak harus satu macam dan tidak harus sering berganti seperti terjadi selama ini. Berbagai buku dapat dipilih sebagai sumber bahan ajar. Termasuk masalah yang sering dihadapi guru berkenaan dengan bahan ajar adalah guru memberikan bahan ajar atau materi pembelajaran terlalu luas atau terlalu sedikit, terlalu mendalam atau terlalu dangkal, urutan penyajian yang tidak tepat, dan jenis materi bahan ajar yang tidak sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai oleh siswa. Berkenaan dengan buku sumber sering terjadi setiap ganti semester atau ganti tahun ganti buku (Sundiawan, 2008). Sehubungan dengan itu, perlu disusun rambu-rambu pemilihan dan pemanfaatan bahan ajar untuk membantu guru agar mampu memilih materi pembelajaran atau bahan ajar dan memanfaatkannya dengan tepat. Rambu-rambu dimaksud antara lain berisikan konsep dan prinsip pemilihan materi pembelajaran, penentuan cakupan, urutan, kriteria dan langkah-langkah pemilihan, perlakuan/pemanfaatan, serta sumber materi pembelajaran (Sundiawan, 2008).
Ketiga, kompetensi guru ketika mengajar. Berkaitan dengan kompetensi guru ini terdapat beberapa masalah antara lain guru yang tidak siap mengajar atau guru belum memahami materi yang diajarkan, guru kesulitan dalam memunculkan minat belajar siswa dan sulitnya guru menanamkan konsep yang benar pada siswa (Rahmatulloh, 2010). Solusi dalam mengatasi masalah ini yaitu berawal dari minat guru sendiri untuk belajar dan mempersiapkan materi pelajaran dengan baik sebelum memulai pelajaran. Selain itu, juga harus mampu membuat ide-ide kreatif yang menarik sehingga siswa menjadi tertarik dan minat belajarnya meningkat.
Keempat, penggunaan metode pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah-sekolah. Permasalahan yang muncul dari penggunaan metode pembelajaran adalah kurang optimalnya penggunaan metode pembelajaran selain itu juga kurang tepatnya metode pembelajaran yang digunakan (Rahmatulloh, Tanpa Tahun). Solusi dari permasalahan ini yaitu guru hendaknya lebih selektif terhadap penggunaan metode pembelajaran. Guru harus tepat memilih metode pembelajaran yang digunakandalam mengajar. Hal ini dapat dikaji dari karakteristiksiswa dalam kelas dan karakteriistik metode pembelajaran yang digunakan.selain itu, didalam pembelajaran IPA, guru juga lebih baik jika mengaitkan konsepdengan lingkungan sekitar. Hal ini sesuai dengan pendapat Dewey (1916) dalam Toharudin (2005) dalam Rahmatulloh (2010) siswa akan belajar denan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang tekah diketahui dan dengan kegiatan yang atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya. Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan, mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu baik secara individu maupun kelompok.
Kelima, sarana dan prasarana yang mendukung terciptanya suasana yang kondusif di dalam belajar. Prasarana pembelajaran meliputi sarana olahraga, gedung sekolah ruang belajar, tempat ibadah, ruang kesenian, dan peralatan olahraga. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboratorium sekolah dan berbagai media pengajaran yang lain. Lengkapnya sarana dan prasarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Hal ini tidak berarti bahwa lengkapnya sarana dan prasarana menentukan jaminan melakukan proses pembelajaran yang baik. Justru disinilah muncul bagaimana mengolah sarana dan prasaranapembelajaran sehingga tersenggara proses belajar yang berhasil dengan baik (Uman, 2010). Sarana tersebut terkadang kurang memadahi sehingga kegiatan belajar menjadi terganggu. Dalam hal ini perlu ada suatu perbaikan prasarana tersebut sehingga kegiatan belajar menjadi kondusif, selain itu guru harus lebih kreatif bila sarana tersebut belum terbenahi agar siswa tetap dapat berkonsentrasi.
Keenam, evaluasi yang dilaksanakan di dalam pengajaran. Permasalahan yang sering dialami guru dalam melaksanakan evaluasi yaitu guru kadang enggan melaksanakan evaluasi pembelajaran karena keterbatasan waktu. Hal ini karena menurut mereka lebih baik menjelaskan semua materi pelajaran sampai tuntas untuk satu kali pertemuan, dan pada pertemuan berikutnya di awal pelajaran siswa diberi tugas atau soal-soal yang berhubungan dengan materi tersebut. Ada juga guru yang berpendapat, bahwa penilaian di akhir pelajaran tidak mutlak dengan tes tertulis. Bisa juga dengan tes lisan atau tanya jawab. Kegiatan dirasakan lebih praktis bagi guru, karena guru tidak usah bersusah payah mengoreksi hasil evaluasi anak. Kelemahan dari hal ini adalah bagi anak yang suka gugup maka hasil evaluasi tidak akan maksimal (Afdhee, 2007). Evaluasi didalam pengajaran sebaiknya dilakukan pada tiap pertemuan. Evaluasi ini dapat berupa evaluasi lisan maupun tertulis, baik dilaksanakan secara formal maupun non formal. Guru dapat mengevaluasi siswa dengan bertanya ditengah-tengah pemberian pelajaran. Hal ini akan membuat guru semakin mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam menyerap pelajaran.
Ketujuh, jumlah siswa di dalam suatu pembelajaran (didalam kelas). Masalah jumlah siswa di kelas akan mewarnai dinamika kelas. Semakin banyak jumlah siswa di kelas, misalnya dua puluh orang ke atas akan cenderung lebih mudah terjadi konflik. Sebaliknya semakin sedikit jumlah siswa di kelas cenderung lebih kecil terjadi konflik (Muslimin, 2010). Suatu kelas sebaiknya memiliki jumlah peserta yang tidak terlalu banyak karena hal ini akan berhubungan dengan keadaan kondusif yang diinginkan yang pada akhirnya menuju pada keberhasilan pembelajaran. Kedelapan, faktor lingkungan yang mempengaruhi kegiatan belajar dan mengajar suatu sekolah. Faktor lingkungan ini dapat berupa lingkungan sosial dari siswa tersebut. Tiap siswa dalam lingkungan sosial memiliki kedudukan, peranan dan tanggung jawab sosial tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi pergaulan seperti hubungan sosial tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi hubungan akrab kerjasama, kerja berkoprasi, berkompetisi, bersaing, konflik atau perkelahian (Uman, 2010). Dalam kaitan tersebut, guru sebaiknya memberikan perhatian khusus pada masing-masing siswa khususnya pada siswa yang mengalami permasalahan dalam pergaulan sosial. Hal ini karena beberapa siswa yang mengalami permasalahan sosial pada dasarnya merupakan bentuk interaksi mereka untuk mendapatkan suatu perhatian.
Sedangkan, permasalahan yang berasal dari faktor internal antara lain pertama, karakter dari siswa yang bersangkutan. Setiap siswa didalam kelas memiliki karakter yang berbeda-beda pada setiap individunya (Muslimin, 2010). Banyaknya perbedaan ini tentunya akan berpengaruh terhadap kondisi siswa dalam belajar. Salah satu usaha agar pembelajaran tercapai dari permasalahan ini adalah dengan pembentukan kelompok-kelompok belajar didalam kelas. Hal ini bertujuan supaya tiap individu di dalam kelas menjadi subjek utama dan dapat saling berinteraksi dengan semua individu sehingga merasa belajar lebih nyaman. Kedua, motivasi belajar dari siswa. Tidak diragukan bahwa dorongan belajar mempunyai peranan besar dalam menumbuhkan semangat pada siswa untuk belajar. Siswa memiliki semangat yang berfluktuasi secara terus menerus. Lemahnya motivasi akan melemahkan kegiatan belajar. Beberapa hal yang menyebabkan menurunnya motivasi belajar siswa antara lain kurangnya perhatian guru terhadap siswa (Muslimin, 2010), siswa yang bosan dengan pengajaran dan materi yang diberikan (Agus, 2010). Dalam hal ini guru sebaiknya memberikan suatu motivasi missalnya dalam bentuk pengetahuan-pengetahuan baru bagi mereka yang belum ada didalam buku pegangan siswa. Bentuk perhatian guru dapat dilakukan dengan mengajar lebih aktif, yaitu berkeliling dan member perhatian siswa yang belum bisa. Bentuk motivasi lain yaitu penjelasan tentang keutamaan ilmu dan keutamaan mencari ilmu serta ganjarannya bagi orang yang mencari ilmu. Ketiga, sikap siswa terhadap belajar. Setiap individu memiliki sikap belajar yang berbeda-beda. Permasalahan terkait dengan sikap siswa terhadap belajar ini antara lain menerima, menolak atau mengabaikan (Uman, 2010). Siswa cenderung menolak dengan rumus-rumus fisika dan matematika yang sangat banyak dan membingungkan. Selain itu, guru yang memiliki image bahwa siswa tidak berbakat matematika juga semakin memperparah kondisi sikap siswa terhadap mata pelajaran matematika (Surya, 2010). Di dalam mengatasi permasalahan ini perlu adanya suatu ide kreatif dari guru, misalkan dengan menanamkan image bahwa “Fisika itu Mudah”. Siswa cenderung akan tersugesti dari kata-kata guru untuk menerima suatu pembelajaran dengan semangat. Hal lain yang juga dapat dilaksanakan adalah dengan memberikan rumus dengan analogi hal-hal lain yang terdapat disekitar kita dan mudah dipahami.
Keempat, konsentrasi belajar dari siswa di dalam menerima pelajaran. Permasalahan yang sering terjadi adalah siswa tidak mampu berkonsentrasi secara penuh terhadap suatu mata pelajaran yang diajarkan. Menurut seorang ilmuan ahli psikologis kekuatan belajar seseorang setelah tiga puluh menit telah mengalami penurunan. Ia menyarankan agar guru melakukan istirahat selama beberapa menit. Istirahat ini tidak harus keluar kelas melainkan dapat berupa obrolan ringan yang mampu membuat siswa merasa rileks kembali. Dengan memberikan selingan istirahat, maka perhatian dan prestasi belajar dapat ditingkatkan (Uman, 2010). Obrolan ini dapat berupa pemberian pengetahuan hal baru, lelucon atau tebak-tebakan.
Rujukan
Afdhee. 2007. Kegagalan Guru Dalam Melakukan Evaluasi (online) (http://re-searchengines. com/afdhee5-07-2.html, diakses tanggal 16 desember 2010)
Agus. 2010. Permasalahan Matematika. (online) (http://agus.blogchandra.com/permasalahan- matematika/, diakses tanggal 13 desember 2010)
Fadli. 2010. Masalah Kurikulum Dalam Pendidikan. (online) (http://fadlibae.wordpress.com /2010/03/24/masalah-kurikulum-dalam-pendidikan/, diakses tanggal 16 desember 2010)
Muslimin. 2010. Pengelolahan Kelas. (online) (http://moeslemin.wordpress.com/ pengelolahan-kelas/, diakses tanggal 16 desember 2010)
Rahmatulloh. 2010. Permasalahan Pembelajaran IPA di SD dan Solusinya. (online) (http://sopi-rahmatulloh.blogspot.com/2010/03/permasalahan-pembelajaran-ipa-di-sd-dan.html, diakses tanggal 13 desember 2010)
Sulipan. Tanpa Tahun. PERMASALAHAN DALAM IMPLEMENTASI KTSP DI SEKOLAH. (online) (http://sekolah.8k.com/rich_text_13.html, diakses tanggal 16 desember 2010)
Sundiawan, Awan. 2010. Memilih dan Menyusun Bahan Ajar. (online) (http://awan965. wordpress.com/2008/11/19/memilih-dan-menyusun-bahan-ajar/#more-1397, diakses tanggal 16 desember 2010)
Surya, Yohanes. 2010. Problem Akut Sistem Pembelajaran di Indonesia. (online) (http://nusantaranews.wordpress.com/2010/01/08/prof-yohanes-surya-problem-akut-sistem-pembelajaran-di-indonesia/, diakses tanggal 16 desember 2010 )
Uman. 2010. Masalah-Masalah Dalam Belajar. (online) (http://umanradieta.blogspot.com/p/ masalah-masalah-dalam-belajar.html, diakses tanggal 16 desember 2010)
Langganan:
Postingan (Atom)